Bu Tedjo dan Refleksi Kedewasaan Berinternet

Bu Tedjo dan refleksi kedewasaan berinternet memberikan gambaran tentang problem internet yang terjadi di masyarakat dan menuntut adanya perbaikan.3 min


0
(Sumber foto: www.koinworks.com)

Belakangan ini jagat sosial media twitter ramai oleh #BuTedjo. Tagar ini mencuat sejak ada unggahan film pendek berjudul Tilik di Youtube. Film produksi Racavana ini mengisahkan tentang kondisi masyarakat kampung dalam menyikapi informasi di media digital. Atau mudahnya film Bu Tedjo ini mejadi refleksi kedewasaan berinternet.

Sinopsis Film Tilik yang mengangkat Bu Tedjo dan Refleksi Kedewasaan Berinternet

Meskipun film tersebut menyajikan latar dan setting yang sederhana namun pesannya dapat mengena. Hal ini dapat terjadi karena film ini menampilkan kebudayaan dan praktik kehidupan masyarakat sehari-hari sehingga renyah dan releat dengan banyak orang.

Tilik adalah budaya berkunjung di lingkungan masyarakat desa, terutama di Jawa untuk menengok kelahiran bayi atau menengok anggota masyarakat yang sedang sakit. Hal ini sangat mencerminkan kondisi masyarakat desa yang secara sosiologis memiliki tipologi organik dengan pola komunikasi yang intim.

Latar dan setting yang natural tersebut, menjadikan film ini terlihat natural. Ini tercermin pada adegan bergosip yang terjadi selama perjalanan ke rumah sakit.

Tokoh Bu Tedjo tergambar sebagai perwakilan masyarakat yang latah untuk menyampaikan informasi tanpa mempertimbangkan kebenarannya terlebih dahulu. Karakter ini memiliki porsi yang besar untuk mendorong sampainya pesan utama film ini.

Tokoh Bu Tedjo dengan karakter latahnya telah mengajak kita merefleksi kedewasaan berinternet. Tokoh ini secara gamblang menyajikan realitas kehidupan masyarakat yang kurang bijak dalam menanggapi informasi yang beredar di internet. Fenomena ini tentu tidak hanya milik masyarakat desa, namun juga menjadi problem masyarakat Indonesia secara umum dari Sabang sampai Merauke.

Kemajuan teknologi serta Kritik Bu Tedjo dan Refleksi Kedewasaan Berinternet

Kemajuan infrastruktur teknologi yang terbilang cepat, memicu terjadinya masalah karena belum memiliki peraturan dan kecakapan litrasi digital yang baik.

Selain itu kehadiran internet yang terbilang masih baru tentu sangat berpengaruh dengan cara masyarakat menggunakan internet. Terutama dalam hal memahami kebijakan privasi sebagai bagian dari aturan yang mengikat pengguna.

Kesalahan yang lazim terjadi di masyarakat dan sekaligius menjadi kritik sosial di film ini adalah mudah meyakini informasi dan terburu-buru menyebarkan sebelum mengetahui kebenarannya.

Kondisi di atas terbantu oleh masyarakat Indonesia yang secara kultural memang memiliki budaya komunal. Banyak aktivitas keseharian yang mengharuskan terjadinya komunikasi yang intens antar anggota masyarakat.

Transformasi yang Cepat yang Ketidaksiapan Semua Pihak

Realitas tersebut menjadikan transmisi informasi terjadi secara cepat, namun tidak tersaring dengan baik. Hal itu memunculkan efek di mana masyarakat menelan mentah-mentah berbagai informasi yang berseliweran di internet. Kemudian ujung-ujungnya berpotensi menyebabkan terjadinya kegaduhan dan efek negatif lainnya.

Potret kurangnya kedewasaan dalam menggunakan internet dapat terlihat dari merebaknya berita hoaks di internet yang tersebar melalui media sosial. Banyaknya konten pornografi dengan kemudahan untuk mengaksesnya, konten yang berisi ujaran kebencian dan lain sebagainya. Kondisi ini jika tidak terantisipasi dengan kedewasaan pengguna akan berakibat pada munculnya efek negatif.

Pemaparan di atas adalah gambaran singkat tentang problem besar di balik munculnya internet. Hal ini terjadi sebagai imbas dari variatifnya pengguna serta skala kedewasaan secara mayoritas yang masih dalam tahap meraba-raba.

Artinya masyarakat membutuhkan edukasi dan penetapan regulasi yang baik agar perlahan menuju tahap kedewasaan dan siap untuk menggunakan internet secara positif.

Baca juga: Menakar Kembali Kejernihan Media Massa Kita

Gemar dengan Konten “Sampah”

Kedewasaan pengguna dalam menggunakan internet yang kurang, juga merangsang pertumbuhan konten “sampah” di media Youtube. Hal ini terjadi karena minat masyarakat pada saat ini adalah konten yang kurang mengedukasi.

Fenomena ini tergambar jelas bagaimana para seniman Youtube yang memberikan konten edukatif. Seperti pembuatan animasi dan editing video, tutorial yang bermanfaat serta diskusi-diskusi menarik harus tergeser oleh konten prank, konten berbau dewasa, settingan (dibuat-buat), atau konten toxic (banyak mengucapkan umpatan).

Fenomena serupa juga terjadi di Twitter, trending teratas yang muncul menunjukkan pembahasan pornografi, prostitusi, dan isu kontroversial. Pembahasan tersebut mudah di-blow up secara berlebihan, dan bagi kalangan yang tidak bisa menyaring informasi secara tepat akan menjadi bola liar dan berdampak negatif di masyarakat.

Undang-undang yang Bermasalah

Proses pendewasaan dalam menggunakan internet juga terhambat oleh adanya regulasi yang masih perlu banyak pembenahan terutama dalam UU ITE. Undang-undang yang sedianya berguna untuk mengatur perilaku warganet, justru sering membungkam hak masyarakat dalam menyuarakan aspirasinya di media sosial oleh beberapa oknum, dengan celah-celahnya.

Selain itu belum adanya undang-undang tentang Perlindungan Data Pribadi membuat tidakadanya kepastian keamaan. Untuk itu perlu adanya undang-undang keamanan data pribadi sebagai benteng guna mencegah penyalahgunaan data.

Terlepas dari hal itu, proses perumusan regulasi yang ada di Indonesia perlu dukungan dengan adanya kritik yang konstruktif agar tercipta regulasi yang baik. Hal ini akan membentengi masyarakat dari informasi yang kurang bertanggungjawab dan berpotensi menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Serta hal-hal yang merugikan kepentingan masyarakat.

Algoritma Memperparah Keadaan

Pernyataan di atas bersesuaian dengan data dari Ismail Fahmi, seorang Analis Teks Media Online dan Sosial. Data tersebut ia sajika menjadi materi saat mengisi seminar internasional di Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2019 lalu.

Seminar tersebut mengangkat tema “Menjembatani Rasionalitas dan Kesalehan dalam Masyarakat Multikultural di Era Pasca Kebenaran”. Pada kesempatan tersebut ia memaparkan tentang algoritma dalam media sosial dan kata kunci dengan pencarian terbanyak di Indonesia.

Algoritma dan kata kunci tersebut mengarah ke narasi kebencian serta eksklusifisme identitas. Bahkan hal ini muncul pada tweet atau kata kunci pencarian di akun media sosial milik mahasiswa Indonesia.

Jika membandingkan dengan media sosial dari para mahasiswa di luar negeri bahkan di negara kawasan ASEAN, kata kunci pencarian mahasiswa Indonesia terbilang kurang wajar jika mempertimbangkan perannya sebagai agen perubahan.

Kaca kunci yang menjadi pencarian para mahasiswa di luar negeri kebanyakan seputar teknologi dan ilmu pengetahuan yang sedang hangat seperti penemuan baru dan sekaligus tokoh-tokoh penemunya.

Perlu Kontra Narasi

Realitas yang terjadi ini patutnya menjadi sebuah refleksi bagi para sarjana untuk lebih lantang menyuarakan narasi akademis dalam media sosial, serta membanjiri media sosial dengan informasi yang positif. Hal ini penting sebagai penyeimbang sekaligus musuh untuk menggeser konten-konten negatif.

Baca juga: Darurat Hoaks dan Pentingnya Berpikir Kritis

Oleh karenanya perlu kerja bersama dalam mengedukasi, meramaikan, serta menata jagat maya agar kondusif dan memiliki muatan yang positif guna mendorong perkembangan pengetahuan.

Editor: Sukma Wahyuni

_ _ _ _ _ _ _ _ _
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂

Silakan bagikan (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!

Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini! 

Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!


Like it? Share with your friends!

0
Ahmad Mufarrih El Mubarok
Tim Redaksi Artikula.id | Penggiat group diskusi The Aurora Institute.

0 Comments

Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Choose A Format
Story
Formatted Text with Embeds and Visuals