Sebagai negara yang terletak di antara ring of fire, Indonesia tidak bisa lepas dari bencana yang siap menghantam kapan saja. Baru-baru ini, telah terjadi bencana gempa bumi yang mengguncang sebagian wilayah di Indonesia, tepatnya di Kecamatan Tahuna, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.
Gempa yang berkekuatan magnitudo 4,8 SR membuat masyarakat yang berada di lokasi gempa panik. Sebelumnya, gempa juga telah terjadi menjelang pergantian malam tahun baru yang terletak di Maumere Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.
Pusat gempa yang berada di laut 38 kilometer tenggara Maumere bermagnitudo 5,3 dengan kedalaman 115 kilometer.
Gempa yang dirasakan oleh masyarakat yang berada di Sabang Aceh, Sulawesi hingga Papua dalam beberapa pekan ini menimbulkan kepanikan dan menyisakan trauma bagi masyarakat yang terdampak.
Selain itu, bencana alam lain pun berdatangan menghampiri tanah pertiwi. Seperti banjir yang melanda Kabupaten Jombang tepatnya di Dusun Beluk. Dikutip dari harian Kompas.com, banjir berawal dari adanya genangan air di jalan hingga menenggelamkan 170 rumah warga kurang lebih selama 12 hari.
Baca juga: Bencana dan Azab: Serumpun Namun Tak Sama |
Banjir yang diakibatkan karena tidak lancarnya aliran Sungai Avur Ngotok Ring yang masuk ke Dam Sipon membuat warga terpaksa mengungsi sehingga kegiatan perekonomian dan pertanian masyarakat terganggu.
Kondisi di atas diperparah dengan pandemi Covid-19 yang belum menunjukkan grafik penurunan secara signifikan. Sebaliknya keadaan yang terus meningkat hingga kembali diterapkannya aturan PSBB di Jawa-Bali dan tidak menutup kemungkinan wilayah-wilayah lain juga akan mengikutinya.
Situasi tersebut berdampak pada sebagian besar aktivitas yang seharusnya dikerjakan secara normal terpaksa harus dilakukan di rumah masing-masing (work from home).
Menanggapi hal tersebut, Psikologi Positif hadir untuk sedikit memberikan kontribusi agar masyarakat kembali bangkit dan dapat beraktivitas kembali. Dalam artikel ini, penulis akan menjelaskan tentang apa itu Psikologi Positif.
Psikologi positif sendiri dipelopori oleh Martin E.P. Seligman pada tahun 1998. Berawal dari akibat ketidakpuasan Martin terhadap hadirnya psikologi-psikologi yang hanya berorientasi menangani masyarakat yang terkena dampak pada Perang Dunia II (PD II).
Jadi, pasca PD II, masyarakat sangat trauma dan mengalami penyakit mental. Sehingga psikologi kala itu cenderung memulihkan gangguan-gangguan psikologis yang dialami oleh masyarakat.
Dengan kata lain, psikologi saat itu hanya memikirkan terkait kelemahan-kelemahan manusia. Namun berbeda dengan Psikologi Positif yang tidak hanya berfokus pada penyakit mental individu namun juga pada kesejahteraan hidup yang lebih positif dan bermakna.
Selain itu, Psikologi Positif juga mengarahkan perhatian pada sisi positif manusia dengan mengembangkan potensi-potensi kekuatan yang dimiliki manusia supaya mampu meningkatkan kualitas hidup melalui emosi-emosi positif.
Emosi positif dapat berupa kebahagiaan, kasih sayang, cinta, humor, optimis, harapan, dan lain sebagainya.
Meskipun begitu, hadirnya psikologi positif tidak dimaksudkan untuk mengganti orientasi Psikologi terkait fokus pemulihan gangguan atau penyakit mental, melainkan memberikan angin segar bagi dunia Psikologi sekaligus menambah khazanah untuk memahami tentang pengalaman-pengalaman manusia.
Ibaratnya, ada pihak penyelenggara beasiswa yang diperuntukkan bagi pelajar tergolong dhu’afa yang sekaligus memberikan pelatihan, workshop, dan pengembangan soft skills bagi pelajar guna meningkatkan kapasitas dan kualitas diri.
Agus Abdul Rahman dalam bukunya menyebutkan bahwa Seligman memperkenalkan idenya tentang Psikologi Positif tersebut saat ia dilantik sebagai presiden Asosiasi Psikologi Amerika (APA).
Ia mengatakan bahwa tujuan utama Psikologi Positif tidak lain adalah untuk melakukan percepatan perubahan pada ajaran-ajaran Pikologi yang lebih banyak berfokus pada hal-hal buruk/negatif ketimbang hal-hal positif manusia, sekaligus membangun kualitas hidup yang terbaik bagi manusia.
Seligman dan rekannya; Peterson dalam buku Sejarah Psikologi dari Klasik hingga Modern karya Agus Abdul Rahman menetapkan suatu kekuatan karakter dengan menggunakan 10 kriteria.
Dari 10 kriteria tersebut kemudian dirinci untuk diketahui nilai keutamaan bagi pengembangan Psikologi Positif atau yang biasa disebut dengan value in action (VIA). Alhasil dari nilai-nilai keutamaan itu akhirnya terbagi menjadi enam tema besar, diantaranya sebagai berikut:
- Wisdom and knowledge yaitu kekuatan kognitif dalam menerima dan mengelola pengetahuan seperti (creativity, curiosity, judgment, love of learning, dan perspective).
- Temperance yakni kekuatan untuk menjaga diri dari bahaya seperti (forgiveness, humility, kebijaksanaan, dan self-regulation).
- Justice yaitu kekuatan dalam membangun komunitas kehidupan yang sehat seperti (teamwork, keadilan, dan leadership).
- Courage yakni kekuatan emosi untuk mencapai apa yang diinginkan seperti (keberanian, ketekunan, kejujuran, dan semangat).
- Humanity yaitu kekuatan interpersonal untuk cenderung berteman dengan orang lain seperti (cinta, kebaikan, dan intelegensi sosial).
- Transcende yakni kekuatan untuk menjalin relasi yang lebih besar seperti (Menghargai keindahan dan prestasi, bersyukur, harapan, humor, dan spiritualitas).
Dari adanya kekuatan karakter yang telah dijelaskan di atas, Psikologi Positif membagi ruang lingkupnya ke dalam 3 bagian, yaitu: tingkatan subyektif, level individu, dan level kelompok/masyarakat.
Pada tingkatan subyektif, individu berpikir konstruktif tentang dirinya dan masa depan seperti optimis dan harapan serta keyakinan dan emosi positif. Sementara untuk level individu cenderung fokus pada ciri-ciri individu, seperti cinta, keberanian, pengampunan, kelapangan hati, ketekunan, kejujuran, dan kebijaksanaan, serta mengembangkan kekuatan positif untuk mengembangkan potensi.
Baca juga: Cara Merawat Pikiran Positif Untuk Tetap Bahagia |
Sedangkan untuk level kelompok/masayarakat berfokus pada pengembangan dan pemeliharaan pada keluarga sehat dan masyarakat yang positif.
Oleh karena itu, urgensi Psikologi Positif terhadap fenomena kebencanaan yang ada di Indonesia sangat dibutuhkan. Hal tersebut berguna untuk menumbuhkan kembali semangat dan optimis yang tinggi terhadap masyarakat sekaligus penguatan dalam beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi dan pengembangan diri untuk mencapai masa depan yang lebih baik.
Seperti yang telah terjadi di berbagai wilayah Indonesia, masyarakat yang terdampak bencana merasakan kepanikan terhadap diri mereka, keluarga, bahkan harta benda yang dimiliki. Bahkan beberapa mengalami trauma atas kejadian tersebut.
Sebagaimana munculnya Psikologi Positif yang bermula dari selesainya PD II membuat para psikolog mencoba memulihkan trauma yang mereka alami. Kegiatan tersebut juga dapat direfleksikan pada warga yang terkena dampak bencana untuk segera diberikan pemulihan sekaligus membantu warga untuk tetap bisa hidup lebih produktif dan bermakna.
Bangkit dan struggle rasanya sangat penting untuk menumbuhkan kembali harapan dalam mengarungi kehidupan di masa mendatang. Melalui pendekatan Psikologi Positif, dapat dilakukan dengan mengacu pada ruang lingkupnya seperti positif subyektif yang mengajak masyarakat terdampak untuk berpikir konstruktif tentang diri dan masa depan.
Misalnya, korban yang terkena dampak diajak berbicara mengenai masa lalu tentang forgiveness and gratitude. Forgiveness atau pengampunan pasca bencana diharapkan penyintas mampu menerima atas kondisi yang sedang dihadapi sekaligus memaafkan segala yang telah terjadi.
Meskipun sulit dalam aplikasinya, setidaknya berusaha lebih baik daripada tidak sama sekali, betul tidak? Sedangkan gratitude atau kebersyukuran, walaupun penyintas masih mengalami situasi yang kelam namun tetap diajak untuk melihat hal-hal positif sekelilingnya yang dapat disyukurinya. Hal tersebut guna menjauhkan penyintas dari hal-hal atau pikiran negatif.
Tahap selanjutnya penyintas diajak untuk mindfulness, momen dimana penyintas akan tersadar, mengenali, dan menerima situasi yang sedang dialami sehingga mengurangi rasa stress dan cemas kemudian timbul rasa nyaman dan tenang.
Sehingga tiba pada tahap lanjutan yaitu optimis, harapan, resiliensi/ketahanan. Penyintas diajak untuk menyusun rencana dengan menggunakan kekuatan-kekuatan atau potensi yang dimiliki untuk tetap bertahan dan mencapai flourishing. Keadaaan dimana penyintas mempunyai kesejahteraan yang tinggi dan kesehatan mental yang baik.
Baca juga: Psikologi Islam dan Peradaban Kebun Binatang |
Di lain sisi, bila dikaitkan dengan ruang lingkup pada level individu dan kelompok, penyintas diajak untuk berani, bersikap bijak, tekun, kreativitas, dan menggali kekuatan-kekuatan karakter lainnya dalam menghadapi kondisi psikis yang terguncang akibat bencana.
Hal tersebut berguna untuk mengeksplorasi cara dan sarana untuk mencapai kesuksesan dan meningkatkan produktivitas sehingga seseorang dapat membangun citra diri yang positif dan memperoleh kebahagian yang memuaskan dalam hidup.
Pada intinya, Psikologi Positif memandang manusia sebagai individu yang positif dan berperan dalam mengarahkan serta mengembangkan kemampuan yang manusia miliki untuk lebih produktif dalam menjalani kehidupan.
Pada akhirnya, para korban atau warga yang terkena bencana kembali bangkit dari keterpurukan dan trauma menuju kehidupan yang lebih menyenangkan, kebahagiaan yang lebih sejahtera dan mencapai kualitas hidup yang tinggi.
Editor: Sukma Wahyuni
_ _ _ _ _ _ _ _ _
Catatan: Tulisan ini murni opini penulis, redaksi tidak bertanggung jawab terhadap konten dan gagasan. Saran dan kritik silakan hubungi [email protected]
Jangan lupa berikan reaksi dan komentar Anda di kolom komentar di bawah ya! Selain apresiasi kepada penulis, komentar dan reaksi Anda juga menjadi semangat bagi Tim Redaksi 🙂
Silakan bagi (share) ke media sosial Anda, jika Anda setuju artikel ini bermanfaat!
Jika Anda ingin menerbitkan tulisan di Artikula.id, silakan kirim naskah Anda dengan bergabung menjadi anggota di Artikula.id. Baca panduannya di sini!
Untuk mendapatkan info dan artikel terbaru setiap hari Anda bisa juga mengikuti Fanpage Facebook Artikula.id di sini!
0 Comments